Duta wisata,
sebuah sebutan yang akrab sekaligus masih asing di sebagian kalangan
masyarakat. Duta wisata adalah ikon pariwisata dan kebudayaan yang terdiri dari
sepasang anak muda yang terpilih setelah melewati serangkaian rangkaian seleksi
yang dikemas dalam bentuk pemilihan dengan format serupa kontes kecantikan. Mereka
yang masih menjadi semifinalis akan melalui tes, seperti pemotretan, unjuk
bakat, fashion show busana daerah, dan tidak jarang in-depth interview
(wawancara mendalam). Pada tahap ini akan diuji komitmen calon finalis.
Komitmen adalah hal wajib yang harus dimiliki, karena duta dituntut untuk
berkontribusi selama masa baktinya. Semifinalis yang tidak jelas komitmennya
akan gugur dengan sendirinya, walaupun ia adalah seorang yang berprestasi baik
akademik maupun non-akademik.
Tiap pemilihan
duta wisata memiliki filosofi penilaiannya sendiri, namun tiga poin yang selalu
ada adalah 3B: Brain, Beauty, Behavior**. Seorang duta akan sering bertemu
dengan orang banyak, sehingga diperlukan intelektualitas (brain) yang baik
dalam memposisikan dirinya sebagai seorang duta. Banyak orang yang merasa tidak
aman jika mendengar kriteria beauty.
Ini bukan
berarti seorang duta harus ganteng/cantik luar biasa, atau memiliki tubuh
seorang model, namun yang terpenting adalah ia dapat menampilkan diri dengan
baik ke publik melalui kebersihan diri, kerapihan penampilan, dan tentunya
senyum sebagai salah satu bahasa komunikasi yang penting untuk memberikan kesan
baik pada orang lain. Setiap duta wisata mengemban nama besar budaya yang
diwakilinya, sehingga di manapun ia berada, ia harus menjaga perilakunya
(behavior). Bayangkan apa kata orang jika seorang duta pada kehidupan
sehari-harinya ternyata perilakunya tidak dijaga.
Tentunya ia akan
gagal berperan sebagai seorang duta yang santun. “Saya ganteng/cantik, prestasi
akademik saya sudah terlalu banyak, tapi kenapa saya tidak menang? Mungkin
jurinya ada yang tidak jujur.” Sebelum berpendapat seperti itu, alangkah
baiknya menilai diri sendiri; apakah perilakunya sudah baik? Selama masa
karantina, tiap finalis diperhatikan dengan saksama. Biasanya banyak yang
berpura-pura baik. Tapi kepura-puraan ini akan terdeteksi dengan mudah oleh tim
juri yang berpengalaman, para senior, dan psikolog. Lebih jelas lagi bila
proses karantina yang berlangsung lama. Tipsnya sebenarnya mudah: tampilkan
diri sendiri dalam versi terbaik secara tulus. Seorang duta diharapkan memiliki
perilaku positif yang bisa diteladani oleh lingkungan sekitarnya. Maka dari
itu, Asosiasi Duta Wisata Indonesia, salah satu wadah nasional duta wisata di
Indonesia, berpendapat bahwa salah satu pembeda pemilihan duta wisata dengan
kontes kecantikan adalah pengutamaan behavior, brain, barulah kemudian beauty.
Sejatinya, Duta
Wisata adalah sosok yang diharapkan dapat menjadi bagian terdepan di sebuah
wilayah dalam menggali, memperkenalkan hingga kemudian menjadi bagian dari
denyut kehidupan seni, budaya dan pariwisata daerah – di kutip dari Dirjen
Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Duta Wisata,
baik di daerah maupun di pusat, didapat melalui sebuah rangkaian pemilihan yang
menghabiskan biaya tak sedikit. Dengan standard penilaian yang juga tidak
rendah. Di
kemas dalam bentuk gelaran yang megah dan tentu mengandung ekspektasi serta
filosofi daerah sehingga para pemenang diharapkan dapat benar benar memahami
dan menjalankan segala keagungan budaya luhur daerah dimana mereka berasal.
Sungguh sebuah
langkah mudah bagi sosok Duta Wisata dalam memperkenalkan keunggulan daerahnya
pada khalayak ramai. Selain tampilan fisik mereka yang tentu ‘menjual’ dan
lebih memiliki daya tarik diatas rata rata fisik usia sebaya mereka. Kini,
melakukan promosi tak melulu harus dengan media massa berupa media cetak atau
elektronik saja. Media Sosial- kekuatan
dunia maya dapat di kerahkan untuk membangun image terbaik dari daerah dimana
Duta Wisata bertugas. Duta Wisata di daerah tentu memiliki tanggungjawab dalam
memberikan wacana terbaik daerahnya kepada semua pihak diluar daerah.
Sebagian Duta
Wisata menjalankan fungsinya, meski masih ada bagian Duta Wisata yang hanya
sekedar jadi Duta Wisata tanpa pernah peduli dengan gelar yang disandang. Lihat
saja isi akun media sosial yang mereka punya, tak semua Duta Wisata Daerah
bangga mem-pamerkan keindahan seni, budaya dan potensi wisata daerah mereka.
Sebagain bangga dengan kunjungan luar negeri yang mereka jajaki, sebagian lagi
memenuhi akun media sosialnya ( Instagram, Twitter, Facebook, dan brand sosmed
lainnya) dengan wajah wajah tampan/cantik yang dikemas dalam ragam ekspresi
photo selfie.! Atau photo photo aktivitas hedonist, party to party. Miris.
Tak ada yang salah dengan foto personal,
karena itu hak personal selaku pemilik akun, tetapi tentu porsinya
jangan mengalahkan foto foto objek wisata daerah dimana mereka berasal. Karena
sudah jadi tugas utama mereka memperkenalkan potensi seni, budaya dan
pariwisata daerah.
Selain itu, Duta
Wisata kini di hadapkan dengan ragam tanggungjawab non komplek. Sebut saja
keharusan untuk terus belajar, mengasah kemampuan komunikasi karena Duta Wisata
tentulah sosok yang luwes dalam berkomnikasi, membekali diri dengan banyak
kemampuan yang berhubungan dengan tugas Duta Wisata dan keperluan personal
sebagai pribadi remaja yang unggul. Saya
sangat mengapresiasi sosok sosok Duta Wisata Daerah yang berkenan terjun
langsung di lapangan memandu pendatang.
Karena kesediaan dan kemampuan terjun langsung di lapangan mendampingi
wisatawan adalah kemampuan yang tidak semua personal miliki, meski Duta Wisata
perkotaan/ibukota sekalipun.
0 komentar:
Posting Komentar