Senin, 04 April 2016

Duta Wisata

Duta wisata, sebuah sebutan yang akrab sekaligus masih asing di sebagian kalangan masyarakat. Duta wisata adalah ikon pariwisata dan kebudayaan yang terdiri dari sepasang anak muda yang terpilih setelah melewati serangkaian rangkaian seleksi yang dikemas dalam bentuk pemilihan dengan format serupa kontes kecantikan. Mereka yang masih menjadi semifinalis akan melalui tes, seperti pemotretan, unjuk bakat, fashion show busana daerah, dan tidak jarang in-depth interview (wawancara mendalam). Pada tahap ini akan diuji komitmen calon finalis. Komitmen adalah hal wajib yang harus dimiliki, karena duta dituntut untuk berkontribusi selama masa baktinya. Semifinalis yang tidak jelas komitmennya akan gugur dengan sendirinya, walaupun ia adalah seorang yang berprestasi baik akademik maupun non-akademik.

Tiap pemilihan duta wisata memiliki filosofi penilaiannya sendiri, namun tiga poin yang selalu ada adalah 3B: Brain, Beauty, Behavior**. Seorang duta akan sering bertemu dengan orang banyak, sehingga diperlukan intelektualitas (brain) yang baik dalam memposisikan dirinya sebagai seorang duta. Banyak orang yang merasa tidak aman jika mendengar kriteria beauty.
Ini bukan berarti seorang duta harus ganteng/cantik luar biasa, atau memiliki tubuh seorang model, namun yang terpenting adalah ia dapat menampilkan diri dengan baik ke publik melalui kebersihan diri, kerapihan penampilan, dan tentunya senyum sebagai salah satu bahasa komunikasi yang penting untuk memberikan kesan baik pada orang lain. Setiap duta wisata mengemban nama besar budaya yang diwakilinya, sehingga di manapun ia berada, ia harus menjaga perilakunya (behavior). Bayangkan apa kata orang jika seorang duta pada kehidupan sehari-harinya ternyata perilakunya tidak dijaga.

Tentunya ia akan gagal berperan sebagai seorang duta yang santun. “Saya ganteng/cantik, prestasi akademik saya sudah terlalu banyak, tapi kenapa saya tidak menang? Mungkin jurinya ada yang tidak jujur.” Sebelum berpendapat seperti itu, alangkah baiknya menilai diri sendiri; apakah perilakunya sudah baik? Selama masa karantina, tiap finalis diperhatikan dengan saksama. Biasanya banyak yang berpura-pura baik. Tapi kepura-puraan ini akan terdeteksi dengan mudah oleh tim juri yang berpengalaman, para senior, dan psikolog. Lebih jelas lagi bila proses karantina yang berlangsung lama. Tipsnya sebenarnya mudah: tampilkan diri sendiri dalam versi terbaik secara tulus. Seorang duta diharapkan memiliki perilaku positif yang bisa diteladani oleh lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, Asosiasi Duta Wisata Indonesia, salah satu wadah nasional duta wisata di Indonesia, berpendapat bahwa salah satu pembeda pemilihan duta wisata dengan kontes kecantikan adalah pengutamaan behavior, brain, barulah kemudian beauty.

Sejatinya, Duta Wisata adalah sosok yang diharapkan dapat menjadi bagian terdepan di sebuah wilayah dalam menggali, memperkenalkan hingga kemudian menjadi bagian dari denyut kehidupan seni, budaya dan pariwisata daerah – di kutip dari Dirjen Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Duta Wisata, baik di daerah maupun di pusat, didapat melalui sebuah rangkaian pemilihan yang menghabiskan biaya tak sedikit. Dengan standard penilaian yang juga tidak rendah. Di kemas dalam bentuk gelaran yang megah dan tentu mengandung ekspektasi serta filosofi daerah sehingga para pemenang diharapkan dapat benar benar memahami dan menjalankan segala keagungan budaya luhur daerah dimana mereka berasal.

Sungguh sebuah langkah mudah bagi sosok Duta Wisata dalam memperkenalkan keunggulan daerahnya pada khalayak ramai. Selain tampilan fisik mereka yang tentu ‘menjual’ dan lebih memiliki daya tarik diatas rata rata fisik usia sebaya mereka. Kini, melakukan promosi tak melulu harus dengan media massa berupa media cetak atau elektronik saja. Media Sosial-  kekuatan dunia maya dapat di kerahkan untuk membangun image terbaik dari daerah dimana Duta Wisata bertugas. Duta Wisata di daerah tentu memiliki tanggungjawab dalam memberikan wacana terbaik daerahnya kepada semua pihak diluar daerah.

Sebagian Duta Wisata menjalankan fungsinya, meski masih ada bagian Duta Wisata yang hanya sekedar jadi Duta Wisata tanpa pernah peduli dengan gelar yang disandang. Lihat saja isi akun media sosial yang mereka punya, tak semua Duta Wisata Daerah bangga mem-pamerkan keindahan seni, budaya dan potensi wisata daerah mereka. Sebagain bangga dengan kunjungan luar negeri yang mereka jajaki, sebagian lagi memenuhi akun media sosialnya ( Instagram, Twitter, Facebook, dan brand sosmed lainnya) dengan wajah wajah tampan/cantik yang dikemas dalam ragam ekspresi photo selfie.! Atau photo photo aktivitas hedonist, party to party.  Miris.  Tak ada yang salah dengan foto personal,  karena itu hak personal selaku pemilik akun, tetapi tentu porsinya jangan mengalahkan foto foto objek wisata daerah dimana mereka berasal. Karena sudah jadi tugas utama mereka memperkenalkan potensi seni, budaya dan pariwisata daerah. 

Selain itu, Duta Wisata kini di hadapkan dengan ragam tanggungjawab non komplek. Sebut saja keharusan untuk terus belajar, mengasah kemampuan komunikasi karena Duta Wisata tentulah sosok yang luwes dalam berkomnikasi, membekali diri dengan banyak kemampuan yang berhubungan dengan tugas Duta Wisata dan keperluan personal sebagai pribadi remaja yang unggul.  Saya sangat mengapresiasi sosok sosok Duta Wisata Daerah yang berkenan terjun langsung di lapangan memandu pendatang.  Karena kesediaan dan kemampuan terjun langsung di lapangan mendampingi wisatawan adalah kemampuan yang tidak semua personal miliki, meski Duta Wisata perkotaan/ibukota sekalipun.

0 komentar:

Posting Komentar

Instagram